Makasih ya, De


“Makasih ya De, udah bantuin aku nganter pulang.”

“Gapapa.  Dari pada kamu diapa-apain sama preman-preman itu. Kamu harus tau, daerah itu emang terkenal karena rawan kejahatan, otak segala penjahat ada disana.”

“Iya, aku jarang lewat jalan itu. Itu jalan pintas, karena aku pengen cepet sampe rumah. Nyokap masakin ayam penyet kesukaan gue.”

“Kamu ini, ayamnya nggak akan lari juga kan, Sya.”

“Tapi entar diabisin adek aku. “ Aku cemberut.

“Lebih penting mana, keselamatan jiwamu apa keselamatan perutmu?”

“Kalo bisa dua-duanya, De, hehe.”

“Ya udah, kamu cepetan masuk. “

“Oke. Aku masuk ya. Makasih sekali lagi.” Aku melambaikan tangan dengan canggung.

Ade balas melambai, aku masih memperhatikan dia sampai motornya hilang ditelan tikungan. Aku membuka pintu gerbang dan bersorak riang tatkala mencium bau ayam penyet.

Jadi kejadiannya tadi, aku sedang berjalan cepat menuju rumah. Memang, jalan yang itu jarang kulalui, aku hanya pernah sekali dibonceng ayah melewati jalan itu. Dulu ayah memang pernah berkata jangan lewat jalan itu kalau lagi nggak kepepet. Apalagi kalau sendirian. Aku mengiyakan saja tanpa banyak bertanya. Dan mungkin aku memang sedang sialnya hari ini, beberapa preman menggodaku, untung saja Ade cepat keburu datang sebelum salah satu dari mereka mencolek daguku. Dan lucunya Ade berteriak MALINGGGG, beberapa dari mereka was-was menoleh kekanan kekiri melihat situasi. Ade langsung menyuruhku naik ke motornya dan melaju secepat mungkin diiringi umpatan-umpatan yang keluar dari mulut mereka.

“Ade .. kamu lucu banget sih.” Entah kenapa aku masih mengingat wajah paniknya saat berhadapan dengan preman itu.

TRINGGG.

Notifikasi Whatsapp. Aku segera membukanya.

“Ade?”

Isinya : “Gimana keadaannya? Udah baikan? “

Kubalas : “Emang aku sakit apa? Lecet aja nggak.”

Dibalas : “Kali aja kamu trauma.”

Aku tertawa, “Apaan dah, tapi thanks sekali lagi yah. Besok kutraktir deh di kantin Bu Yom.”

“Janji ya, awas kalau nggak ditepati, dosa ntar.”

“Iya Kak Ade yang terhormat.”

“Ya udah, kamu tidur ya.”

“Eh, bisa ajarin aku Fisika nggak?” aku teringat kalau Fisika punya banyak tugas yang harus dikumpulkan akhir minggu ini.

“Wekkk.”


Aku melotot melihat balasan menjengkelkan itu. Dasar, pelit banget sih ngajarin. Dengan bersungut- sungut aku mengetikkan emoji marah padanya berulang-ulang yang masih dibalasnya dengan kata-kata WEEKK. Karena kesal, kumatikan handphone dan pergi tidur. Awas kamu besok ya, De.

| BERSAMBUNG |
| GUNUNG MEGANG, 15 FEBRUARI 2018 |

Comments

Popular Posts