Bring My Best Friend Back

''Tapi Van, sebenarnya apa alasan kamu?''

''Nggak ada alasan apapun, pokoknya kamu jangan dekat-dekat aku lagi.'' sambil menghempaskan tangan si perempuan.

''Apa karena cewek kamu yang centil bin abis itu, haa?''

''Berani ya kamu ngatain dia, sekali lagi kamu melakukannya, aku cekik kamu sampai mati.'' tangan laki-laki tersebut membuat gerakan seperti capit kepiting.

''Haha, kamu lucu deh Van ngancem akunya.'' tawa si perempuan semakin menderai melihat wajah laki-laki tersebut memerah.

''Pergi..''

Wajah si perempuan pucat pasi, tak pernah selama ini ia dibentak sedemikian rupa, oleh sahabat baiknya pula. Ia berjalan gontai. Sepatu ketsnya tambah lusuh akibat diseret-seretnya di jalanan. Novan, temannya sejak kecil. Lebih memilih menjaga perasaan pacarnya daripada ia yang notabene sahabatnya sendiri.

Beberapa hari ini Novan punya pacar baru, pindahan dari luar kota. Orangnya cantik, manis, dan kelihatannya ayu. Tapi orangnya cemburuan minta ampuunn.

Tiba-tiba langkahnya terhenti melihat kedua sejoli tersebut sedang bermesraan di tepi jalan. Pengen mati bersama, kali. Hihi, ayu terkikik geli sendiri membayangkannya. Oh iya, Ayu lupa mengenalkan dirinya pada kalian. Sebelum itu kita ubah dulu pov-nya ke Ayu.

Namaku Ayu. Senang mengenal kalian. Hah, entahlah. Aku sedang galau sekarang. Aku mendudukkan diriku di teras depan rumah. Kenapa persahabatanku jadi seperti ini? Kenapa dia setega itu? Ah, mungkin memang benar, ungkapan itu benar, 'cinta itu buta'. Dan aku tidak tahu kapan Novan mendapatkan donor mata hatinya sebelum dia bertambah buta.

''Yu, kenalin deh, ini pacar baruku, loh.'' Novan memperkenalkan Seina, pacarnya, pada Ayu.

''Nice to meet you.'' Seina menatap Ayu sinis, Ayu tertegun. Apa salahnya sampai cewek cantik ini bersikap begitu sinis padanya?

''Maaf mengganggu. Aku duluan ya, Van.'' ucapku.

''Hello..'' sebuah tangan melambai-lambai di depan wajahku. Oh, aku melamunkan kejadian itu lagi. Sudah cukup!

''Kamu lagi mikirin apa, sayang? Kok serius banget?'' tanya mama. Di tangannya sudah terdapat cangkir teh yang sudah siap untuk dihirup airnya. Di meja kecil depan kursiku pun sudah tersedia beberapa cookies buatan mama.

Aku tersenyum kecil. ''Masalah biasa, ma.''

Kulihat mama menggeleng-gelengkan kepalanya, ''Kalian ini, sudah dewasa tapi kelakuannya masih kayak anak TK. Bertengkar mulu.''

''Ih mama, ini serius toh ma, duarius kalo perlu. Hati aku sakit, ma.'' tanganku menunjuk bagian dada sebelah kiri.

''Kok gak ditepuk tangannya, gagal dong mama nyanyi 'sakitnya tuh disini'nya.. Haha'' Mama tergelak.

Dasar mama, aku pun beranjak masuk ke dalam rumah untuk melepas penat. Eh, tapi kok jantungku berdebar-debar ya abis denger lelucon mama tadi, aku gak mungkin menyukainya, kan? Dia kan, temanku. Ralat, mantan teman.

Saat melewati ruang keluarga, sebuah figura yang menampakkan foto dua anak kecil yang sedang tersenyum bahagia terlihat olehku. Aku mengambil spidol dan menulis di belakang figura tersebut. Aku berlari-lari kecil ke kamarku sambil memegangi dadaku. Mendebarkan sekaligus... sesak.

Seorang wanita paruh baya yang baru datang dari teras depan menggeleng-gelengkan kepalanya, lagi. ''Kelakuan anak zaman sekarang bikin gemes.'' lalu beliau mengambil figura tersebut, membaca tulisan di foto tersebut yang berisi tiga kata. *Ah, pasti kalian sudah tahu. * Beliau lalu membalas tulisan tersebut lalu beranjak pergi ke dapur untuk menyiapkan makan malam.

'Mama merestui kalian.' begitulah kata si penanya.

#Gunung Megang, 070915

Comments

Popular Posts