Makasih ya, De (Chapter III)
Pagi ini aku pergi ke kelas Ade, kelas XII.IPA.2. Dia disana, duduk di pojok sendirian dan sedang sibuk membaca buku sepertinya. Entahlah. Aku dengan tidak tahu malunya langsung menyelonong masuk tanpa mempedulikan beberapa pasang mata kakak kelas, terutama cewek, menatapku tajam. Tapi tidak ada satupun yang menghentikan langkahku ketika mereka melihat aku berjalan menuju bangku Ade. Kenapa? Apa yang mereka takutkan dari Ade? Setauku, Ade cuma terkenal dengan sifat playboynya. Atau dia juga punya bakat mengintimidasi orang lain ya? Ah, apa dia preman sekolah yang suka ikut tawuran? Ah, nggak mungkin. Dia kan anak pintar dan patuh pada guru, jadi dia nggak mungkin melakukan hal itu. Tapi bisa saja, kan? Di sekolah dia belagak menjadi anak manis, tapi diluar siapa yang tahu? Ah, sudahlah.
Aku kesini kan bukan untuk memastikan apa-apa. Aku hanya ingin memberikan bento buatan mama sebagai ucapan terima kasihku padanya karena telah meningku waktu itu.
"Hai." Sapaku kikuk setelah berada di samping mejanya. Dan dia debgan songongnya hanya melihat sekilas lalu kembali menekuri bukunya.
Akhirnya aku menyeret sebuah kursi di dekatku mendekatinya. "Lagi apa sih?"
"Baca. Kamu nggak lihat?" Tanyanya dengan nada meremehkan.
Aku mendengus kesal. "Baca mulu, entar minus kamu nambah."
"Kamu perhatian?" Tanyanya. "Lagian kamu tau darimana aku minus?" Lanjutnya.
Aku menunjuk kacamata si wajahnya. "Oh ini? Ini kacamata baca bloon!"
Aku cemberut, "Mana aku tau apa bedanya."
"Jadi, kamu mau ngapain ke sini? Nggak mungkin kan kamu kesini cuma buat gangguin aku?"
Aku mengeluarkan kotak bekal ke atas mejanya. "Ini.. bento buat kamu. Buatan mama aku dan aku yakin kamu bakal ketagihan dan nambah terus, kalo kamu ketagihan kamu bakalan promosiin sama orang lain betapa enaknya bento buatan mama aku, lalu mama aku bakalan buka kedai benti terenak sekota."
Dia melongo, eh kenapa nih anak. Lalu dia menjawab, "Kamu ngomongin apa sih?"
Aku menghela napas lelah, "Ini ucapan terima kasihku."
"Ya udah balik kelas sana, lima menit lagi bel masuk loh!"
"Iya, iya, dasar!"
Aku melangkah keluar dari kelasnya masih dengan menggerutu, dia pikir dia siapa nyuruh-nyuruh aku, dan tepat saat aku baru melangkah keluar kelasnya, bel berbunyi. Kan sialan banget aku hari ini. Mana katanya yang 5 menit?
Bel pulang berbunyi. Aku dengan semangat segera memasukkan buku dan peralatan menulis ke dalam ransel dengan cepat. Mama hari ini buat puding cokelat lava kesukaanku. Aduh, nggak sabar lagi membayangkan cokelatnya yang meleleh di mulutku. Mengingatnya saja sudah membuat aku ngiler. Iya, asal kalian tahu, mama itu suka banget masak dan dijamin semua masakannya enak-enak. Pernah suatu kali kuusulkan untuk membuka restoran atau kafe saja, tapi mama berkilah kalau nanti bakalan kerepotan. Lagian mama bilang, kalau buka restoran nanti banyak tekanannya dan mama nggak bakalan bisa bebas berkreasi kalau dia tertekan. Ya masuk akal juga sih.
Lagian nanti kalau mama sibuk, siapa yang bakalan masakin makanan enak-enak tiap hari? Tapi syukurnya banyak ibu-ibu di kompleks sini yang order sama mama kalau ada acara arisan ataupun perayaan-perayaan lainnya.
Aku juga suka masak loh, ya walaupun nggak terlalu memuaskan lidah, tapi yang penting aku bisa masak. Nggak kaya cewek-cewek kebanyakan yang waktu kecilnya suka main masak-masakan tapi saat sudah gede nggak bisa masak. Kan aneh!
Suara deru motor direm berhenti disampingku ketika aku keluar gerbang. Aku menoleh, ternyata si Ade. Aku dengan galak bertanya, "Apa?"
Dia nyengir, lalu mengarahkan dagu ke jok belakangnya, maksudnya apaan?
"Kamu mau aku dorongin motor kamu?"
Dia menepuk keningnya, "Aku mau boncengin kamu bloon. Cepetan naik. Lagian aku senang udah dapat bento gratis, besok-besok bawa lagi ya."
"Iya." Aku dengan terpaksa naik, mumpung ada tumpangan gratis, lumayanlah uang ongkos angkot bisa kutabung.
Kita berdua melaju menuju rumahku diiringi ocehan Ade yang sungguh menyebalkan dan tiada henti. Padahal di kelas tadi dingin banget tapi sekarang kok kayak ember bocor sih. Dasar cowok aok cool. Pencitraan banget dia tadi. Ya begitulah waktu berjalan sampai kami tiba di depan gerbang rumahku.
|18/03/2018|
Comments
Post a Comment